Kecerdasan percakapan (conversational intelligence ) adalah kemampuan mengoptimalkan dialog untuk memperkuat kepercayaan dan memicu inovasi. Konsep ini relevan dengan kepemimpinan di Indonesia, seperti yang ditunjukkan oleh Najwa Shihab , jurnalis dan pendiri Narasi. Melalui program talkshow -nya, Shihab menciptakan ruang dialog inklusif dengan menghadirkan narasumber dari berbagai latar, termasuk kelompok marjinal. Pendekatan ini selaras dengan teori Judith E. Glaser (2013) tentang percakapan transformasional , di mana dialog difokuskan pada empati dan solusi bersama, bukan dominasi hirarki.
Neurosains di Balik Percakapan
Percakapan tidak hanya melibatkan pertukaran kata, tetapi juga aktivasi sistem saraf. Studi neurosains menunjukkan bahwa percakapan konfrontatif meningkatkan kortisol (hormon stres) dan mengaktifkan amigdala, menghambat kemampuan berpikir rasional (Davidson & McEwen, 2012). Sebaliknya, dialog kolaboratif merangsang pelepasan oksitosin (hormon kepercayaan) dan memperkuat konektivitas di prefrontal cortex, area otak yang mengatur pengambilan keputusan kompleks (Zak, 2017).
Neurocomputing, atau aplikasi komputasi berbasis model saraf, juga membantu memahami dinamika percakapan. Misalnya, algoritma Natural Language Processing (NLP) dalam AI mampu menganalisis pola komunikasi untuk mengidentifikasi tingkat empati atau dominasi dalam dialog (Jurafsky & Martin, 2020).
Tokoh dan Teori Pendukung
- Tri Rismaharini (Mantan Wali Kota Surabaya) :
Risma dikenal sering turun ke lapangan untuk mendengar keluhan warga secara langsung, menerapkan prinsip “mendengar untuk memahami”. Gaya komunikasinya yang transparan dan responsif meningkatkan kepercayaan publik, selaras dengan prinsip psychological safety (keamanan psikologis) yang menurut studi Google (2015) meningkatkan inovasi tim hingga 30%. Oleh Goleman (1995) juga menekankan bahwa kemampuan membaca emosi lawan bicara (emotional listening ) adalah kunci percakapan efektif. - Sri Mulyani Indrawati (Menteri Keuangan) :
Sri Mulyani kerap menggunakan data dan dialog terbuka untuk menjelaskan kebijakan ekonomi kompleks. Pendekatan ini menerapkan konsep Daniel Goleman (1995) tentang kecerdasan emosional, di mana kemampuan membaca emosi audiens (emotional listening ) meningkatkan efektivitas komunikasi - Antonio Damasio (Neurologi Sosial) :
Damasio (2010) menjelaskan bahwa keputusan kolektif dipengaruhi oleh interaksi antara emosi dan logika. Hal ini relevan dengan kebiasaan CEO Gojek Nadiem Makarim yang mendorong diskusi terbuka dalam tim untuk menggabungkan data dan intuisi.
Strategi Berbasis Bukti
- Penerapan “Psychological Safety” : Tim dengan keamanan psikologis menghasilkan ide 30% lebih inovatif (Google’s Project Aristotle, 2015). Contoh: Tokopedia menerapkan forum diskusi reguler di mana karyawan junior bebas mengkritik kebijakan tanpa takut dihakimi.
- Model SARA (Stop, Ask, Reflect, Act) : Adaptasi dari teknik Glaser, digunakan oleh Kementerian Keuangan RI untuk menghindari kesalahpahaman dalam rapat strategis.
- Neurocomputing dalam Pelatihan Komunikasi : Perusahaan seperti Traveloka menggunakan AI untuk menganalisis rekaman rapat dan memberikan umpan balik tentang pola komunikasi yang kurang inklusif.
Simpulan
Kecerdasan percakapan adalah alat strategis untuk membangun tim adaptif. Dengan menggabungkan prinsip neurosains, contoh kepemimpinan lokal (Najwa Shihab, Risma), dan teori dari Glaser, Goleman, dan Damasio, kita dapat mengubah dialog menjadi katalis kolaborasi. Seperti kata Glaser, “Setiap kata menciptakan dunia” — dan dunia yang kita bangun dimulai dari kualitas interaksi kita.
Referensi
- Glaser, J. E. (2013). Conversational Intelligence . Bibliomotion.
- Zak, P. J. (2017). Trust Factor . AMACOM.
- Goleman, D. (1995). Emotional Intelligence . Bantam Books.
- Damasio, A. (2010). Self Comes to Mind . Pantheon.
- Google’s Project Aristotle (2015). What Makes a Team Effective?
- Jurafsky, D., & Martin, J. H. (2020). Speech and Language Processing . Stanford University.
Leave a Reply